Jumat, 25 September 2015

Belenggu Kabut Asap Tiada Akhir

Hari ini dan kemarin adalah hari terburuk dalam sejarah kabut asap di Kota Jambi. Ya, sepanjang menjadi orang Jambi, suasana Lebaran Idul Adha kemarin adalah yang terparah karena Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) mencapai angka 600 ---> BERBAHAYA!

Baca disini:


Sebelumnya ISPU sempat di level normal pada angka 130, Kondisi ini membuat warga Jambi marah, sedih tapi tidak tahu harus berbuat apa, karena akar permasalahan bencana kabut asap adalah kebakaran hutan/lahan yang mungkin menjadi urusan seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama mengatasinya dan sepertinya sudah menjadi fenomena gunung es. 

Sudah hampir 20 Tahun kabut asap rutin menghampiri kota Jambi dan sekitarnya menjadi tanda tanya bagi para warga haruskah terus menerus merasakan dampak sesak nafas, dada kesakitan, mata berair, menghirup debu yang berterbangan, ancaman ISPA dan membiarkan anak-anak terkatung-katung karena proses belajar mengajar di sekolah terhambat karenanya.

Belum lagi kegelisahan kami para ibu yang memiliki bayi dibawah 2 tahun akan hak untuk memiliki ruang hidup yang sehat nyaman dan berkualitas. kemana kami harus meminta perlindungan?
Ini adalah persoalan serius yang menyerang nasib generasi penerus, pernahkah pelaku pembakaran itu bercermin akan nasib anak istrinya? Yang paling menyedihkan adalah saat bayi-bayi baru lahir harus berhadapan langsung dengan udara dengan tingkat polusi berbahaya, jangankan berjemur di bawah sinar matahari, pintu dan jendela rumah saja harus ditutup rapat-rapat karena asap dan debunya masuk hingga ke dalam rumah.

Dalam khutbah Sholat Idul Adha kemarin, sang Khatib mengajak segenap umat Muslim untuk bersama-sama meningkatkan keimanan, ujian demi ujian, bencana demi bencana seolah menjadi pertanda akan kemurkaan Allah terhadap akhlak manusia yang enggan mengikuti aturan Allah, tidak amanah dalam memelihara dan menjaga bumi, begitu sang Khatib mengingatkan.

Kabut Asap tidak akan selesai begitu saja dengan hanya membagikan masker di jalanan, bencana ini harus ditangani dengan serius dan tegas, ingat negara wajib melindungi kaum wanita dan anak-anak. Kami tahu menghadapi ujian harus dengan kesabaran, tetapi tindakan mitigasi dan tanggap darurat pemulihan kualitas udara secepat mungkin harus dilakukan. 

***

Di Tahun 1960an, Jepang pernah mengalami bencana yang mengancam kesehatan rakyatnya saat rakyatnya mengalami keracunan akibat tercemar limbah mercuri sehingga menimbulkan penyakit minamata yang berdampak pada kerusakan genetik dan kematian. Ini menjadi titik balik dan pelajaran bagi pemerintah Jepang pada saat itu karena mereka berpikir bila tidak diatasi akan merusak tatanan kehidupan Jepang dan sulit memiliki generasi penerus yang sehat dan berkualitas. Sejak saat itu Pemerintah Jepang, Pihak Praktisi Swasta dan Masyarakatnya berkomitmen untuk memberantas pencemaran lingkungan di Jepang.

Kisah tentang Jepang itu pastilah sudah diketahui dan dipelajari oleh pemerintah Indonesia jauh sebelum kejadian asap melanda negeri ini.

***

Dari lubuk hati nurani yang paling dalam, mewakili segenap para ibu di wilayah Jambi dan sekitarnya yang hatinya menjerit dan menangis, gelisah akan kualitas kesehatan dan aktifitas anak-anak, Kami mengetuk hati para petinggi di jajaran pemerintah RI untuk mengambil langkah dalam menangani Kondisi Darurat Asap di Jambi dan di beberapa wilayah Di Indonesia dan memulihkan kondisi ISPU ke titik normal sesegera mungkin.



----------
Disclaimer : tulisan adalah opini pribadi, data dari berbagai sumber
*Saat ini penulis dipercaya menjadi Ketua Divisi AdvokASI AIMI Cabang Provinsi Jambi



Sumber Peta citra satelit dari KKI Warsi tampak asap memenuhi langit Kota Jambi dan titik api terbanyak di wilayah Sumatera Selatan



Foto-foto wilayah Jambi dan sekitarnya saat kondisi ISPU Berbahaya








Kabut Asap di Sungai Batanghari lokasi Seberang Kota Jambi


Kabut Asap di Jembatan Makalam Kota Jambi



Foto kondisi ISPU 583 Jum'at 25 September 2015 Pukul 11.51 WIB (dokumentasi AIMI Jambi)



Foto saat bertugas ke Dermaga Candi Muaro Jambi (ISPU 300an)



AIMI Goes to Office dalam rangka Pekan ASI Sedunia 2015 ke Kanwil BPN Provinsi Jambi dalam suasana Kabut Asap: 



ISPU 583 Hari Jum'at 25 September 2015, Memakai masker N95 di dalam rumah



Rabu, 12 Agustus 2015

MERAYAKAN PEKAN ASI SEDUNIA DAN MERAYAKAN MENYUSUI SETIAP WAKTU


Blog ini sudah lama tidak dikunjungi. tapi karena perayaan World Breastfeeding Week 2015, saya lalu berniat singgah dan ikut membagi suka cita di sini.


Saya Merayakan Pekan ASI Sedunia dan merayakan menyusui setiap waktu

_________________



Menyusui, menurut saya adalah bentuk pengejawantahan rasa syukur atas nikmat Tuhan.
Saya selalu percaya dengan kekuatan sugesti positif (the power of positive thinking).
Ketika menikah dan saya mengalami “kesulitan” untuk memperoleh keturunan karena harus mengalami proses keguguran berkali-kali (istilah medisnya: abortus habitualis), saya lantas tidak menyerah begitu saja.
Waktu itu diam-diam saya membatin berulang-ulang dan memohon kepada Tuhan: 
“Yaa Allah, jika Engkau ridhoi hamba yakin bisa menjadi Ibu, mudahkanlah Yaa Allah”....
Tidak disangka, setelah “menunggu” Allah memberikan kesempatan itu, disaat saya harus berpisah sementara dengan suami yang sedang melanjutkan studi, saya diberi rezeki hamil kembali, setelah menunggu lebih dari 5 tahun. Tidak terduga, semua diberikan mengalir begitu saja tanpa ada rasa "was-was" yang mendera dan melupakan "trauma" akibat kejadian keguguran berkali-kali.
Dalam kondisi yang serba positif, saya selalu yakin akan perhatian Allah atas munajat kita.
Jadi kata kunci dalam hidup adalah sugesti positif, baik terhadap Sang Pencipta, maupun terhadap sesama.

Begitu juga dengan proses menyusui, dibutuhkan sugesti positif dan percaya diri untuk bisa berhasil memberikan ASI, selain dukungan suami, keluarga dan lingkungan.
 
Perjalanan panjang untuk akhirnya dipercaya menjadi Ibu, setelah penantian hampir 6 tahun lamanya. Ternyata penantian ini seperti memberikan keberuntungan tersendiri bagi saya pribadi, karena di tahun 2011 saya diberi kemudahan untuk mengamalkan apa yang sudah saya riset pada artikel/sharing teman-teman di AIMI (salah satunya teman sewaktu kuliah dulu, Febi Djafar, red) dan artikel lain di berbagai media. Saya sungguh beruntung pada saat hamil keempat, AIMI sudah giat berjuang memberikan informASI yang baik bagi para calon ibu seperti saya saat itu.

Tantangan terberat dalam menyusui adalah ketika saya harus kembali bekerja setelah 3 (tiga) bulan menjalani cuti bersalin, waktu yang teramat singkat bagi saya untuk dapat bersentuhan langsung, mengurus dan merawat buah hati. Saat itu hanya satu kata yang bisa mewakili perasaan saya, baru kali ini saya merasakan sedih yang teramat sangat karena harus melepaskan atribut ibu siaga yang 24 jam bisa mengurus buah hati tanpa perantara, dengan "terpaksa" harus meninggalkan buah hati selama 8 jam di luar rumah dan mendelegasikannya kepada asisten/kerabat :’(. Saya hanya bisa menangis.

Saat itu pekerjaan sedang dalam fase cukup sibuk, bahkan saya tidak bisa menolak untuk beberapa hari ‘berkantor’ di ibukota demi tugas yang harus diselesaikan. Dengan kondisi ini tentu saya tidak bisa memilih karena prioritas utama adalah anak, sehingga putra pertama saya, Ghavin yang saat itu berusia 5 bulan pun harus dibawa bekerja. Sebelumnya, saya juga sempat mengalami 'krisis' ASI perah. Pada saat bertugas ke luar kota, saya bersyukur Allah selalu mengirimkan hamba-hambanya yang pemurah dan penolong, yang sepertinya memang dikirimkan untuk mempermudah proses menyusui yang saya lakukan sambil bekerja. Seorang rekan kerja menawarkan bantunannya untuk mengantarkan ASI Perah saya ke penginapan kami, setelah mengetahui ibu saya menelepon dan memberitahukan kalo ASI Perahnya tinggal sedikit. Alhamdulillah, kantor tempat saya ditugaskan pun memiliki ruang laktasi di setiap lantai genapnya, fasilitas ini membuat perasaan saya bahagia sehingga ASI perah pun lancar karena hormon oksitosin bekerja dengan baik untuk mendorong hormon prolaktin mengeluarkan ASI. (Subhanallah....)





Menyusui adalah memang perjuangan yang luar biasa. Saya setuju dengan ini, baik ibu yang bekerja diluar rumah atau tinggal di rumah, seorang ibu perlu perjuangan, peluh bahkan darah dan airmata untuk bisa memberikan ASI, makanan terbaik bagi buah hatinya.
Keindahan menyusui-lah juga yang akhirnya membuat saya dan teman-teman tergerak untuk mengikuti 22 wanita penggagas gerakan InspirASI, menjadi sukarelawan dengan tujuan mendukung para ibu menyusui atau siapa saja yang ingin berbagi ilmu tentang menyusui dan ASI di kota tempat kami tinggal, memberikan informASI dan turun ke jalan, berbagi cerita tentang kegagalan dan keberhasilan menyusui satu sama lain, berusaha mempromosikan ASI lewat media massa dan lain-lain, inilah yang membuat kami merayakan menyusui setiap waktu. Kami sepakat merayakannya karena sejak pertama kali bertemu kami ingin ibu-ibu lain yang belum merasakan menyusui ikut merasakan keindahan alamiah ini.

Na'udzubillah, tidak terbersit bahwa kami setelah itu akan dianggap sebagai kelompok penggiat ASI garis keras (?), terlalu diskriminatif rasanya niat tulus kami diberi ‘stigma’ demikian, sementara kronologis dan sepak terjang kami menjadi sukarelawan bukanlah hal yang mudah karena harus mengeluarkan keringat, waktu dan tenaga, mencari donASI kesana kemari agar kami dapat menjalankan misi untuk bisa mengedukASI dan menyebarkan informASI dan bersosialisASI demi impian tulus ingin ikut bertanggung jawab dalam membangun masa depan generASI yang lebih baik, dan ini sungguh bukan pekerjaan yang mudah. Namun rasa cinta menyatukan niat kami untuk terus berjuang bersama.

Perayaan Menyusui adalah bagian dari sejarah yang akan mengubah peradaban bangsa. Begitu banyak informASI yang disajikan dalam momen perayaan Pekan ASI Sedunia. Satu kalimat sangat berharga bagi para ibu atau calon ibu atau siapa saja yang ingin mengetahuinya. 
Bukankah itu luar biasa?
Bukankah dalam Alqur’an telah dikatakan bahwa “Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, apabila kaum itu tidak mau berubah”?

Mari rayakan menyusui setiap waktu sebagai anugerah dan cinta, dan bagian dari rasa syukur kepada sang Pencipta.


_______
Saat ini dipercaya menjadi Ketua Divisi AdvokASI Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Cabang Jambi
Ibu 2 orang anak, 
Maliq S Aghavino (4 Tahun 5 Bulan), menyusui hingga usia 26 bulan
Maleeqa Aisyah A (21 bulan, masih menyusu)


#wbw2015
#bulanASINasional
#menyusuiDanBekerja
#MariKitaSukseskan

[Disclaimer: tulisan adalah pengalaman dan opini pribadi dalam rangka merayakan World Breastfeeding Week 2015, Breastfeeding & Work: Let's Make it Work]