THE URBAN CONTEMPLATION
Jumat, 25 September 2015
Belenggu Kabut Asap Tiada Akhir
Rabu, 12 Agustus 2015
MERAYAKAN PEKAN ASI SEDUNIA DAN MERAYAKAN MENYUSUI SETIAP WAKTU
“Yaa Allah, jika Engkau ridhoi hamba yakin bisa menjadi Ibu, mudahkanlah Yaa Allah”....
Begitu juga dengan proses menyusui, dibutuhkan sugesti positif dan percaya diri untuk bisa berhasil memberikan ASI, selain dukungan suami, keluarga dan lingkungan.
Bukankah itu luar biasa?
Senin, 18 Maret 2013
SYDNEY : KOTA BERKELANJUTAN YANG KAYA JULUKAN
Makan Siang tiba kami beristirahat sejenak di taman tersebut untuk makan siang, bekal untuk makan siang sudah kami siapkan dari rumah sebelum melakukan perjalanan, selama di Sydney kami memang rajin membawa bekal sebagai bentuk antisipasi ketika kami tidak menemui makanan berlabel halal yang memang jarang ditemui di Pusat Kota.
Sedikit bercerita mengenai latar belakang kawasan landmark Sydney, Sydney Opera House, The Rocks dan Sydney Harbour Bridge, dulunya daerah ini merupakan tempat pertama kali Kapten James Cook mendarat pada abad 17.
Jumat, 21 Desember 2012
Belajar dari Kehidupan Orang Bali (1)
Sesampai di Bali, saya langsung mencari taksi untuk mengantarkan saya ke Sanur, tempat saya melakukan pertemuan dengan para delegasi dari berbagai wilayah di Indonesia (ciee berasa mau Konferensi Tingkat Tinggi aja hehehe). Secara kebetulan saya juga membawa serta anak saya yang saat itu berusia 18 bulan bersama asisten saya. Ghavin (nama panggilan putra saya) memang selalu menjadi 'Bintang tamu' dalam setiap kunjungan kerja saya ke luar kota dikarenakan hingga saat ini dia masih menyusui, jadi ibarat kata "kemana pabriknya pergi, sang konsumen harus selalu ikut', hehehe, ini intermezzo saja.
Well, akhirnya kami sampai di dalam taksi dengan Sang Pengemudi Cerdas dan Ramah bernama Pak Wayan. Mengapa saya katakan cerdas? karena sepanjang perjalanan dari Bandara Ngurah Rai hingga sampai di Werdhapura, Sanur, saya seperti mendapat mata kuliah 2 sks dengan judul, Filosofi Kehidupan Orang Bali.
Pak Wayan menjelaskan kepada saya bagaimana Bali bisa menjadi negeri yang dikenal dunia, bagaimana asal muasal para investor asing jatuh hati dengan daerah ini. Bagaimana sejarah kehidupan Kerajaan Mataram Hindu sampai ke tanah Bali juga diuraikan dengan jelas oleh pak Wayan, sampai-sampai saya kehabisan pertanyaan karena informasi yang disampaikan sangat kompleks dan menambah khasanah pengetahuan saya saat itu juga. Terima kasih Tuhan sudah mempertemukan saya dengan orang ini (gumam saya dalam hati).
Ada yang mengusik hati saya saat saya menelusuri jalan-jalan di Denpasar saat itu, pembangunan properti lagi-lagi mengernyitkan dahi, Bali makin mengalami perubahan drastis begitu pengamatan sejak kunjungan terakhir saya tiga tahun lalu. Jalanan makin macet, gedung-gedung hotel makin bertambah, mudah-mudahan alam Bali tetap terlindungi dengan baik karena Bali memiliki wilayah konservasi di bagian barat dengan luasan Taman Nasional Bali Barat kurang lebih 19.000 Hektar, ditambah lagi wilayah konservasi lainnya ini sungguh melegakan. Orang Bali juga sangat menjunjung tinggi kecintaan terhadap alam (lingkungan hidup) seperti prinsip yang terdapat dalam Kitab Agama Hindu, Weda,
Sesampai di Sanur setelah melepas lelah saya kemudian langsung memutar arah ke timur menuju Pantai Sanur yang posisinya persis di Depan hotel. Ini adalah Kali pertama putra saya Ghavin bermain di Bibir pantai dimana sore itu air sedang beranjak surut. Di sepanjang pedestrian way pantai ini, wisatawan asing yang rata-rata para keluarga tampak asik bersepeda, sulit saya temukan wisatawan lokal disini ditambah lagi Cuaca yang sangat terik menjadikan pantai sebagai ruang favorit bagi para turis asing yang ingin berjemur (sunbathing).
Pertemuan Kali ini kami membahas tentang Urban Design yang mana pembagian Zonasi dibuat detail berikut zoning regulation-nya. Selain membahas aspek perancangan Kota Dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis, ada sesi menarik lain yakni tentang pedoman Rancang untuk jalur pejalan kaki. Hal ini memang memiliki urge nitas tinggi karena Kota-Kota di Indonesia belum ada yang memiliki jalur pejalan kaki yang Human friendly (ini menurut saya loh ya). Alasan saya pun sangat manusiawi sebetulnya, saya belum menemukan pedestrian way perkotaan yang sudah menyediakan akses untuk kaum difabel, Kebanyakan juga jalur pejalan kaki dipenuhi oleh pedagang kaki lima yang memang secara sosioekonomi juga butuh ruang.
***
Setelah beberapa hari melakukan pertemuan di Sanur, saya lalu memutuskan untuk extent dan tinggal di Tuban, dengan alasan sangat dekat dengan airport. Penjelajahan dimulai dengan tidak meninggalkan kuliner khas Bali, kami sempat diajak teman lama saya semasa SMP dan SMA, Ni Made Ayu Suni (Suni) yang asli Bali, untuk makan malam di sebuah restoran khas masakan lokal yang terletak di pusat Kota Denpasar. Lidah saya terhibur dengan hidangan Sate Cumi, Ayam Sisit dan Sayur Pakis bumbu Bali (silakan dibayangkan yaa... hehehe).
Day 1
***
Usai makan siang kami kembali menuju arah pulang ke Tuban, namun karena hari menjelang sore jadi kami memutuskan untuk mampir ke Pantai Padang-Padang (hihihi lagi-lagi tempat syuting film Eat Pray Love, ingat scene terakhir si Elizabeth dengan kekasihnya?). sebelumnya setelah dari Ubud kami ingin sekali melihat Bali Safari Park karena Ghavin sangat menyukai dunia fauna tapi karena Ghavin masih lelap tertidur kami langsung merubah peta perjalanan supaya bisa menyaksikan sunset di Jimbaran sambil makan seafood tentunya :).
Suasana macet di Jalan Ngurah Rai By Pass membuat kami terjebak cukup lama di jalanan, sampai akhirnya masuk ke wilayah Pecatu Uluwatu melewati kampus Universitas Udayana dan akhirnya sampai juga di Pantai Padang-Padang, yang mana kondisinya hampir mirip dengan Pantai Dreamland, namun untuk menuju ke padang-padang ini anak tangga berbatu yang dituruni cukup banyak dan terjal (saya lupa menghitungnya), tidak ada Gondola seperti di Karma Kandara Resort. Alhasil saya ngos-ngosan (baca: rada gempor) menggendong Ghavin untuk turun ke pantai, tapi cukup puas meski tidak terlalu lama bermain di sini karena suasananya ramai sekali, sangat tidak private, mungkin gara-gara Julia Roberts syuting disini, jadinya pantai ini penuh dengan turis lokal dan asing yang datang berlibur untuk sekedar berfoto, bermain dan berjemur, tampak banyak juga batita yang sedang bermain pasir dan berenang. Tapi si kriwil Ghavin hanya beberapa saat saja mengambil gambar, saat hendak diletakkan dipasir dia berontak menolak dan langsung menunjukkan tanda-tanda cranky, Wheww!
Akhirnya dengan berat hati saya memutuskan untuk mengakhiri Padang-padang sampai disini, belum ekaplor pantainya tapi Ghavin udah rewel jadi memang harus mengalah. Ketika menaiki anak tangga ke atas saya berpapasan dengan penduduk lokal yang membawa tangkapan ikan (saya lupa ini ikan apa yang dibawa, mohon dimaklumi ilmu perikanan saya minim banget, taunya cuma Ikan Nila, Patin, Gurame, Lele ama Hiu hehehe).
Sebelum melanjutkan perjalanan ke Jimbaran, mas Komang bertanya apakah jadi mampir di Pura Uluwatu, karena saya geli dengan monyet-monyet usil yang hampir saja mau mengambil kamera poket saya, kita pun akhirnya urung ke Pura Uluwatu.
Mobil akhirnya kembali bergerak menelusuri Uluwatu, melewati GWK dan karena lokasi yang sangat dekat kami langsung sampai di Jimbaran tepat pukul 5 sore. sebelum masuk ke lokasi pantai di depan tampak Pura yang berlokasi di pinggir jalan sedang dipadati oleh umat Hindu yang mengenakan pakaian putih-putih, sedang ada upacara keagamaan tampaknya.
Akhirnya kami sampai di salah satu restoran seafood di Jimbaran dan kami pun langsung memesan beberapa menu seafood dan es kelapa muda ditambah lagi memang perut sudah nagih minta diisi ulang hehehe. Alhamdulillah kami dapat menikmati sunset di Jimbaran, mengabadikannya dalam kamera, beberapa restoran juga menyuguhkan tarian dan pertunjukan musik tradisional Bali menambah keindahan eksotisnya pantai Jimbaran. Kami secara tidak sengaja juga berkenalan dengan turis dari Jepang yang secara kebetulan tinggal di Osaka (karena punya pengalaman get lost di Osaka jadi
berasa ketemu sodara sendiri hahaha). Mereka gemes melihat Ghavin, "kawai desune" katanyaa ;) jadilah mereka meminta berfoto dengan Ghavin hehehe tapi untunglah mereka cukup fasih berbahasa inggris, pasalnya saya kurang lancar berbahasa jepang hanya tahu kalimat-kalimat standar hehehe, dulu waktu di Osaka kemana-mana bawa kamus saku Jepang yang dibekali sama JICA, pihak sponsor yang mengundang saya belajar singkat di sana, ah kok jadi curcol nih! :D
...Dan Penjelajahan hari ini berakhir tepat jam 7 WITA, kami tiba di Aston Inn Tuban yang tidak jauh dari Jimbaran (thanks buat Sahabat saya Mbak Annis - Delta Tour di Semarang atas bantuannya mendapatkan hotel ini), kami pun langsung beristirahat. Saya tentunya siap-siap menahan kantuk karena Ghavin kalo malam hari aktif sekali, dan saya takjub juga dengan kekuatan fisiknya yang nggak pake capek hehehe.
Terima kasih juga buat teman saya Suni yang sudah mempertemukan saya dengan pengemudi hari ini, meski orangnya sangat pendiam, tapi saya bersyukur hari ini mas Komang sudah membawa saya untuk singgah di Bali Bakery, roti Almond Choco nya enaaaak banget! Berkhayal nanti ada bakery selezat ini di Jambi... Oke Sampai ketemu besok yaa :)
Senin, 11 Januari 2010
Kekuatan Positif bagi Indonesia
***
Biasanya setelah sampai di kantor saya langsung berjalan menuju ruang kerja, namun pagi itu (sekitar satu bulan yang lalu) ketika saya melewati lobi kantor ada hal yang menarik mata saya, dan itu tertuju pada artikel sebuah Surat Kabar berjudul “China Hardware, India Software, Indonesia No-ware”…
Hmm…
Mungkin pernyataan di atas ada benarnya bahwa saat ini China sedang memacu kemampuannya dalam mengembangkan perangkat keras, India sedang fokus di sektor 'perangkat lunak', tetapi kenapa Indonesia justru dikatakan tidak jelas arahnya mau kemana.
Bukan kajian ekonomi industri yang ingin saya ulas di sini, melainkan tentang kekuatan sebuah pencitraan. Terinspirasi dari pencerahan atasan saya di kantor pada waktu yang bersamaan dengan prolog di atas, tentang pencitraan Presiden SBY dan RI yang makin menurun. Saya langsung menjelajah alam pikiran saya tentang betapa dahsyatnya kekuatan media dalam hal pencitraan produk atau orang atau objek pemberitaan. Tema yang dulu pernah saya tulis sebagai thesis ketika mengambil studi Manajemen, persisnya tentang Marketing Public Relations.
~

Belakangan ini dalam konstelasi nasional makin jarang tertangkap mata berita yang bernada positif, beberapa cenderung menyorot permasalahan negatif yang membuat dahi berkerut dan memberikan empati tersendiri bahwa betapa mirisnya kondisi bangsa ini.
Terlepas dari konspirasi apapun di bumi Indonesia tercinta ini, mengapa kita belum sepenuhnya memberikan dukungan positif terhadap negeri ini? Mengapa terkesan banyak hal-hal yang tidak benar yang telah terjadi meskipun mungkin pada kenyataannya itu terjadi, tetapi mengapa preferensi kita tidak diubah untuk membesarkan hati dan jiwa sebagai bangsa yang besar?
Kalimat "Indonesia No ware" yang mencitrakan Indonesia sebagai Negara yang kurang arah, sungguh merupakan ungkapan yang menyedihkan. Saya pikir kita sebagai intelektual muda penerus bangsa tidak rela mendiskreditkan Negara kita sendiri, meski tidak dipungkiri kadang terselip dalam obrolan atau diskusi baik berbicara mengenai kualitas pelayanan publik, atau diskusi ilmiah tentang perkembangan Riset Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang masih jauh tertinggal dari Negara-Negara Tetangga, dimana kita terkadang merendahkan bangsa sendiri dengan mengatakan :
“Biasalah orang Indonesia, tau sendiri ngga disiplin, ngga commit, tukang korup..." dan ungkapan lainnya yang tanpa disadari melemahkan citra bangsa sendiri.
Kita seringkali diberikan wejangan dan pencerahan untuk tetap berpikir positif atas apapun yang terjadi disekeliling kita, atas apapun yang diberikan Tuhan kepada bumi dan segala isinya. Mengapa kekuatan itu tidak kita berikan kepada bangsa kita sendiri?
Mulai saat ini, akan lebih baik bagi kita sebagai bangsa kembali bersatu dan bersinergi melalui kekuatan-kekuatan positif dan meninggalkan imej negatif yang sering ditancapkan untuk bangsa sendiri. Sudah cukup lama kita terlena dalam cerai berai yang berkepanjangan. Bersatu tidak hanya berhenti untuk saling mencela, mencemooh dan menyalahkan satu sama lain tapi juga mendorong pencitraan bangsa ini dengan menggunakan kekuatan publikasi yang positif dan menciptakan word of mouth yang baik untuk membangkitkan dan memberi keharuman nama bangsa di mata kita sendiri dan dalam pandangan dunia internasional.
Sikap ini tentunya semata-mata kita lakukan karena kita bangga menjadi orang Indonesia, dan memiliki keyakinan bahwa kita adalah bangsa yang besar dan bermartabat.
***
"Keep your thoughts positive because your thoughts become your words.
Keep your words positive because your words become your behavior.
Keep your behavior positive because your behavior becomes your habits.
Keep your habits positive because your habits become your values.
Keep your values positive because your values become your destiny"
P.S. : Sebuah Opini
Sumber gambar - http://shannonstanley.files.wordpress.com
dan www.freefromtears.com