Senin, 14 September 2009

ZONA NYAMAN : MUSUH BAGI PERUBAHAN ?



***

Menyimak yang disampaikan Menristek, Kusmayanto Kadiman, pada acara Talk to CEO Special Edition beberapa waktu lalu, yang seperti biasa dipandu oleh sang Pengusaha cerdas, Sandiaga Uno, ada hal menarik yakni ketika Bapak Menteri mengilustrasikan bahwa pada dasarnya manusia sulit untuk berubah*, karena sudah merasa nyaman dengan kondisi yang ada. Sebagai contoh, untuk mengubah rute jalan yang ditempuh menuju tempat kerja saja, kita sering merasa enggan merubah jalur dan cenderung tetap melewati rute jalan yang sama setiap hari. Ini adalah salah satu contoh sederhana bahwa orang cenderung sulit untuk berubah.

Hal yang sama juga pernah disampaikan oleh Pakar Manajemen, Rhenald Kasali, yang semakin giat menelurkan konsep-konsep tentang Perubahan (ChAnge!, Re-code Your Change DNA, dan Mutasi DNA Powerhouse).Orang cenderung mempertahankan diri berada dalam zona nyaman (comfort zone) dan takut untuk mengubah langkahnya, karena takut masuk ke dalam area yang tidak nyaman, tidak aman, tidak memberi kesenangan/kebahagiaan, menimbulkan kegelisahan, keraguan, kecemasan atau mungkin malah menjerumuskan ke kawah penderitaan.

Perubahan sesungguhnya membutuhkan pengorbanan bahkan bisa mengakibatkan penderitaan. Ini yang selalu ditakuti dan dihindari sehingga orang akan cepat mengunci rapat pintu rumahnya ketika telah berada dalam zona nyaman.Menurut Rhenald, seringkali perubahan baru disadari ketika berada dalam keadaan tidak berdaya (alias mau nggak mau harus berubah), kalau tidak organisasi akan melemah, penjualan menurun drastis, produk sudah uzur sehingga kehilangan pangsa pasar, cashflow pun menjadi negatif.
Padahal tanpa menunggu keadaan krisis, organisasi melemah atau terjadi degradasi kualitas produk, orang atau organisasi harusnya bisa terlebih dahulu mengambil langkah perubahan. Meminjam istilah pasar modal, seseorang yang takut berubah dan lebih suka berada dalam lingkaran aman dapat dikatakan sebagai risk adverse, sedangkan orang yang berpikir kita harus berubah untuk mewujudkan mimpi dan tidak puas berada dalam zona nyaman, dapat kita katakan sebagai risk taker.



Menganalogikan konsep perubahan dalam tatanan kehidupan manusia dan Tuhan, apa jadinya bila manusia tidak pernah tersesat dalam perjalanan hidupnya, akankah dia mau mengenal Tuhan lebih dekat ?, Akankah manusia sadar kalau dia hanyalah sebutir debu yang bisa ditiup angin? atau Akankah dia bisa berkarya, berinovasi tanpa sandungan, tanpa salah jalur? Bukankah dengan tersesat, pengalaman hidup akan makin 'kaya', dan bukankah dengan tersesat keran di otak kiri dan kanan akan terbuka, hingga punya kekuatan untuk mengalirkan energi-energi positif yang mampu menghasilkan kreatifitas? Kreatif dan Inovatif dalam konteks kehidupan mengandung makna yang universal, semuanya juga dapat digunakan untuk menyeimbangkan kehidupan dunia akhirat.

"Hidup artinya berubah, Berubah artinya menjadi Dewasa, yang artinya membentuk Diri Tiada Akhir" (Henry Bergson)

...Berhati-hatilah dengan zona nyaman, karena itu akan menyumbat keran otak, mengkungkung imajinasi, memberi rasa kantuk yang akut pada mata, mengunci jendela pendengaran dan membuat kedua tangan akan selalu tertutup...



------------------

*Arti kata dasar ubah (Kamus Bahasa Indonesia) :
ubah:, berubah: menjadi lain (berbeda) dari semula; bertukar (beralih, berganti) menjadi sesuatu yang lain; berganti (tentang arah)


***
~PS, sebuah opini


*) gambar diambil dari www.herd.typepad.com, sweetanniesjewelry.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar