Rabu, 28 Oktober 2009

Ketagihan Membangun Mall = Dosa Besar


***

Ketika sedang menambah gizi untuk pengayaan otak kiri yang belakangan agak low battery, saya tergelitik untuk kemudian turut mengulas apa yang saya baca pada artikel ini (1). Ini adalah salah satu pengejawantahan saya atas kegelisahan di musikalitas puisi Aksara Tiga Dunia


Dalam kehidupan modern, mall merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat kota karena menjadi alternatif untuk ruang berinteraksi satu sama lain. Tak dipungkiri bahkan mall sudah seperti rumah kedua bagi penikmatnya, dikarenakan mall diciptakan sedemikian rupa bahkan bisa dibilang dibangun dengan penciptaan mutakhir demi memanjakan tetamunya.

Dahulu saya juga termasuk salah satu orang yang terpikat oleh kenyamanan sebuah mall dan betah berlama-lama berwisata di setiap sudutnya, karena ketika tinggal di ibukota hiruk pikuk lalu lintas yang tidak teratur dan macet menjadikan mall sebagai pelarian untuk menenangkan otak yang cukup representatif. Sampai pada akhirnya saya sadar bahwa pembangunan mall di ibukota yang kemudian diikuti kota besar lainnya adalah karena krisis identitas.

Ketika ada kesempatan untuk mengkomparasi mall-mall di Indonesia khususnya kota metropolitan dengan mall di Negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Australia dan Hongkong, saya mulai resah karena mall yang makin bertumbuh khususnya di Jakarta seolah menjadi prestige yang tak mau kalah dengan Ibukota Negara lainnya, tanpa lagi memikirkan fungsi keseimbangan ruang kota yang sesungguhnya. Bangunannya pun tak kalah megahnya dengan mall-mall di negara tetangga, yang pada kenyataannya memiliki pendapatan per kapita jauh di atas Indonesia.

Kenapa ini bisa terjadi hingga latah?

Jakarta semakin kejam dengan keberadaan ruang sosial dan ruang hijau yang sesungguhnya. Hampir semuanya nyaris disulap menjadi artifisial tanpa melihat fenomena kesenjangan ruang yang terjadi dengan kenyataan aktifitas perkotaan yang juga tidak proporsional.

Kehilangan identitas ini juga ditiru oleh kota yang dahulunya menjadi kebanggaan karena kerindangan dan keasrian panorama alamnya. Bandung, juga seakan menjadi latah dengan menjamurnya 2 (dua) mall besar yang sukses membuat kota ini semakin macet dan semrawut.
Ada apa dengan Jakarta dan juga Bandung, kenapa konsep pengembangan kota nya makin tidak jelas dan tidak proporsional ? Mengapa harus meniru Singapura dan Kuala Lumpur yang memang menargetkan pendapatan dari wisata belanjanya. Padahal ketika kita berkunjung ke sana, mereka begitu ngefans dengan pusat perbelanjaan grosir seperti Tanah Abang dan Mangga Dua. Ibukota seperti dikejar target karena setiap tahun ada saja kejutan mall0mall baru yang bermunculan dan segera launching, dimana isinya mengusung brand-brand internasional yang notabene hanya mampu dijangkau oleh segmen A+.

Menurut analisis Atmawidjaja, 2009, Jakarta telah memiliki mall sebanyak 38 tempat, Bandung 28 mall dan Surabaya 16 mall.
Dengan melihat jumlah ini, makin kritis saja kondisi kota metropolitan di Indonesia dan kapan saatnya mulai berniat membangun dengan prinsip keseimbangan ekonomi, sosial dan lingkungan.

"Keberadaan banyak mall merupakan ciri-ciri kota yang sakit, karena sebagai ruang publik ia tidak memenuhi tujuan sosial dan lingkungan" (2)
Pertanyaannya mau dibawa kemana konsep pengembangan kota-kota metropolitan di Indonesia? Berilah kesempatan kepada anak cucu kita kelak untuk menikmati ruang-ruang inklusif yang alami sebagai tempat mereka berinteraksi sosial sekaligus sebagai sarana bagi mereka untuk lebih mengenal dan peduli dengan sekitar.

P.S.

________________
(1), (2). Masihkah kota-kota Indonesia butuh Mall ?. Endra S. Atmawidjaja, MSc, DEA. (Mahasiswa S3 bidang Urbanisme di Universitas Lyon 2, Perancis. 2009.
*Sumber gambar: www.zerodegreesart.com

REALITA ITU MILIK KITA



***


Melancong ke negara lain khususnya tempat yang well established memang memiliki sensasi tersendiri bagi kita yang melakoninya. Semuanya memanjakan publik, mulai dari pilihan moda transportasi yang secara sistem terintegrasi, sudut-sudut nyaman di ruang kota, law enforcement yang berjalan sesuai koridornya, tombol-tombol otomatis yang membuat tertib lalu lintas, pedestrian way yang luas tanpa ada PKL (pedagang kaki lima), manajemen persampahan nomor satu yang mengusung konsep 3R (reuse, reduce, recycle), kualitas jalan yang tak diragukan. Semuanya aplikatif pas dengan teori-teori di buku-buku kuliah.



Tapi tetap saja, itu bukanlah sebuah kebanggaan. Karena itu hasil karya orang lain bukan kita.



It's not belong to us, but them...






Meski belum ada sistem transportasi yang terintegrasi (kalau pun nanti MRT sudah launching itu juga tidak semua orang bisa menikmati karena adanya di ibukota), meski acapkali macet dimana-mana karena jalan-jalan kota yang berlubang dan PKL yang menguasai pedestrian way hingga tumpah ruah mengambil badan jalan, sampah basah-kering campur aduk jadi satu bahkan menetap di sungai-sungai yang airnya digunakan untuk kebutuhan dasar masyarakat, peruntukkan taman kota dan daerah resapan air dijadikan mall, hotel, ruko-, tetap saja potret itulah tempat kita bernaung. Semua berperan membentuk realita itu terjadi.



Well, It's belong to us...






Kita boleh berkhayal memiliki fasilitas publik yang nyaman dan terjaga seperti mereka. Kita pun bisa demikian kalau kita mau, mau mengikuti aturan-aturan setelah itu benar-benar ada. Tidak disalahgunakan, tidak dilencengkan, tidak diabaikan.Ketertiban dan Kenyamanan itu bergantung pada moral dan etika. Mungkin di sinilah ikhwal (development behaviour) yang hilang dalam siklus pembangunan.


Bagaimana caranya mengevaluasi moral dan etika? Harus dikembalikan lagi kepada nurani masing-masing. Dan mungkin program pembangunan yang paling tepat saat ini adalah membangun moral bangsa yang beretika lewat kursus-kursus kecerdasan emosi, sosial dan lingkungan (tentunya spiritual adalah dasarnya). Tapi seberapa efektifkah itu dapat berjalan?




~




Ketika ada waktu luang untuk berbagi cerita dengan seorang teman yang sering mengembara berpindah-pindah negara, dan saat ini menetap di Jepang, saya bertanya, "Apa yang membuat kamu terkesan dengan orang Jepang dibanding orang Eropa?" Lalu dia menjawab: "Orang Jepang selalu mengucapkan Selamat datang dengan suara yang keras/semangat dan Terima Kasih berkali-kali ketika masuk dan keluar dari restoran tempat kita singgah. Mereka adalah orang-orang yang selalu bersyukur"




Dari sini kami mengambil kesimpulan, bahwa success story orang Jepang selain tingkat kedisiplinan dan profesionalisme yang tinggi, adalah moral yang terbenam dalam masing-masing individu untuk selalu mengucap syukur dan mengapresiasi orang lain.Sama halnya orang Amerika, yang selalu mengucap kata 'maaf', ketika mereka tak sengaja melakukan kesalahan atau mengirimkan email/surat ketika tidak bisa memenuhi permintaan orang lain.


Semuanya bermula dari hal-hal sederhana, tapi itu cerminan hati.




Mencermati realita di negeri ini mungkin lebih baik bagi kita untuk kembali mengenang semangat dan pengorbanan tokoh-tokoh sejarah di masa lalu. Salah satunya yang bisa membangkitkan semangat adalah tekad R.A.Kartini berikut:


"Aku yang tiada mempelajari sesuatupun, berani-beraninya hendak ceburkan diri ke gelanggang sastra! Tapi bagaimanapun, biar kau tertawakan aku, dan aku tahu kau tak berbuat begitu, gagasan ini tak akan kulepas dari genggamanku. Memang ini pekerjaan rumit; tapi barangsiapa tidak berani, dia tidak bakal menang; itulah semboyanku! Maju! Semua harus dilakukan dan dimulai dengan berani! Pemberani-pemberani memenangkan tiga perempat dunia!" (via Pramoedya Ananta Toer)




Jadi benar bahwa salah satu kunci keberhasilan negara terletak pada moral dan etika bangsanya.






***






"A town like a flower, or a tree, or an animal, should at each stage of its growth, possess unity, symmetry, completeness, and the effect of growth should never be to destroy that unity but to give it greater purpose" (Ebenezer Howard)






P.S.

Senin, 14 September 2009

Tentang Negeri Terindah

***

Siapa bilang negeri ini terpecah belah?
Siapa bilang negeri ini tidak aman?
Itu cuma gelas-gelas kosong yang didentingkan pujangga karbitan berulang-ulang

Merah Putih menghiasi rumah-rumah dan koridor jalan
Untuk kesekian kali hati terhenyuk melihat semaraknya bumi pertiwi
Negeri ini Indah mengapa harus menangis?
Negeri ini Damai mengapa harus bertikai?
Negeri ini Santun mengapa harus marah dan menoreh luka?
Negeri ini Pandai, lihatlah kreativitas para penghuninya
Negeri ini Bijak maka berdebatlah dengan kepala dingin

Desiran adrenalin memicu otak dan syaraf
Membuka mata dan telingaMenyeru hati untuk berbuat
Menitikkan butiran airmata sukacita

Bangsa yang besar harus berjiwa besar
Bangsa yang Kaya harus adil bijaksana
Bangsa yang Cerdas harus bersatu

"Merah Putih teruslah berkibar"

***

~PS, dari sudut ibukota untuk Indonesia Bersatu
#indonesiaunite#

ZONA NYAMAN : MUSUH BAGI PERUBAHAN ?



***

Menyimak yang disampaikan Menristek, Kusmayanto Kadiman, pada acara Talk to CEO Special Edition beberapa waktu lalu, yang seperti biasa dipandu oleh sang Pengusaha cerdas, Sandiaga Uno, ada hal menarik yakni ketika Bapak Menteri mengilustrasikan bahwa pada dasarnya manusia sulit untuk berubah*, karena sudah merasa nyaman dengan kondisi yang ada. Sebagai contoh, untuk mengubah rute jalan yang ditempuh menuju tempat kerja saja, kita sering merasa enggan merubah jalur dan cenderung tetap melewati rute jalan yang sama setiap hari. Ini adalah salah satu contoh sederhana bahwa orang cenderung sulit untuk berubah.

Hal yang sama juga pernah disampaikan oleh Pakar Manajemen, Rhenald Kasali, yang semakin giat menelurkan konsep-konsep tentang Perubahan (ChAnge!, Re-code Your Change DNA, dan Mutasi DNA Powerhouse).Orang cenderung mempertahankan diri berada dalam zona nyaman (comfort zone) dan takut untuk mengubah langkahnya, karena takut masuk ke dalam area yang tidak nyaman, tidak aman, tidak memberi kesenangan/kebahagiaan, menimbulkan kegelisahan, keraguan, kecemasan atau mungkin malah menjerumuskan ke kawah penderitaan.

Perubahan sesungguhnya membutuhkan pengorbanan bahkan bisa mengakibatkan penderitaan. Ini yang selalu ditakuti dan dihindari sehingga orang akan cepat mengunci rapat pintu rumahnya ketika telah berada dalam zona nyaman.Menurut Rhenald, seringkali perubahan baru disadari ketika berada dalam keadaan tidak berdaya (alias mau nggak mau harus berubah), kalau tidak organisasi akan melemah, penjualan menurun drastis, produk sudah uzur sehingga kehilangan pangsa pasar, cashflow pun menjadi negatif.
Padahal tanpa menunggu keadaan krisis, organisasi melemah atau terjadi degradasi kualitas produk, orang atau organisasi harusnya bisa terlebih dahulu mengambil langkah perubahan. Meminjam istilah pasar modal, seseorang yang takut berubah dan lebih suka berada dalam lingkaran aman dapat dikatakan sebagai risk adverse, sedangkan orang yang berpikir kita harus berubah untuk mewujudkan mimpi dan tidak puas berada dalam zona nyaman, dapat kita katakan sebagai risk taker.



Menganalogikan konsep perubahan dalam tatanan kehidupan manusia dan Tuhan, apa jadinya bila manusia tidak pernah tersesat dalam perjalanan hidupnya, akankah dia mau mengenal Tuhan lebih dekat ?, Akankah manusia sadar kalau dia hanyalah sebutir debu yang bisa ditiup angin? atau Akankah dia bisa berkarya, berinovasi tanpa sandungan, tanpa salah jalur? Bukankah dengan tersesat, pengalaman hidup akan makin 'kaya', dan bukankah dengan tersesat keran di otak kiri dan kanan akan terbuka, hingga punya kekuatan untuk mengalirkan energi-energi positif yang mampu menghasilkan kreatifitas? Kreatif dan Inovatif dalam konteks kehidupan mengandung makna yang universal, semuanya juga dapat digunakan untuk menyeimbangkan kehidupan dunia akhirat.

"Hidup artinya berubah, Berubah artinya menjadi Dewasa, yang artinya membentuk Diri Tiada Akhir" (Henry Bergson)

...Berhati-hatilah dengan zona nyaman, karena itu akan menyumbat keran otak, mengkungkung imajinasi, memberi rasa kantuk yang akut pada mata, mengunci jendela pendengaran dan membuat kedua tangan akan selalu tertutup...



------------------

*Arti kata dasar ubah (Kamus Bahasa Indonesia) :
ubah:, berubah: menjadi lain (berbeda) dari semula; bertukar (beralih, berganti) menjadi sesuatu yang lain; berganti (tentang arah)


***
~PS, sebuah opini


*) gambar diambil dari www.herd.typepad.com, sweetanniesjewelry.wordpress.com

Minggu, 13 September 2009

~ ENAM PULUH EMPAT TAHUN


Untuk Negeriku tetaplah tersenyum,
Karena apapun yang terjadi buatku Kaulah Juaranya!


Selasa, 18 Agustus 2009

***



Untuk sesosok raga, aku memang tak muda lagi
Enam Puluh Empat Tahun, Usia yang patut buatku untuk kembali bersemayam di bumi
Selaput otak telah penuh dengan cairan paradoks
Syarafnya pun mengalami penyempitan akibat terpenjara dalam ruang minim udara
Jantung kian melemah karena telah dicangkok menjadi tumpukan properti berteknologi mutakhir yang membuat kaki kanan tak tahu apa yang diperbuat kaki kiri
Mata yang rabunnya double degree makin rusak akibat sampah yang menggunung di setiap persimpangan aliran darah
Kulit wajah yang keriput makin kusam akibat mencerna olahan plastik yang dibumbui penyedap tipuan berbentuk polusi terbuat dari fosil leluhur

Yang paling fatal adalah sistem peredaran darah yang bekerja tidak sempurna lagi akibat sering mengkonsumsi racun berkadar tinggi yang sering disebut 'Kolusi, Korupsi dan Nepotisme'
Akankah setiap onggok raga yang ku punya akan sia-sia saja di penghujung usia?
Tentu TIDAK jawab roh yang bertengger di ragaku!
Walau raga itu telah porak porandaAku masih punya kepingan Harga Diri, Punya kekuatan Hati dan Akal positif yang bisa dipakai untuk melatih kembali syaraf-syaraf tubuh,
Menggali kekuatan untuk membangun kerjasama antara kaki kanan dan kaki kiri, Meminimalisir tingkat kerabunan mata dengan berlatih membaca situasi alam yang memang diciptakan untuk dipercantik lalu dinikmati secara bertanggungjawab

Di fase kepala enam, aku sedih teringat cucu-cucuku
Aku tak ingin mereka juga nyaris hancur dan tak berdaya seperti ragaku
Aku ingin mereka punya raga yang kuat yang mampu mengangkat derajat bangsa dan menggempur serangan kapitalis dan imperialis

Aku juga ingin ketika mereka pergi ke Gedung Pertunjukan bukan disuguhkan oleh Shakira, Avril Lavigne atau Beyoncè tapi oleh Lenong Bocah, Naga Bonar atau Merantau
Untuk itu, aku butuh banyak raga agar kembali bangkit!

Sama halnya aku juga butuh banyak raga untuk memapah peti jasadku nanti sebelum bersemayam di bumi.


***

~PS

~ MUSIKALITAS RUANG ~



...Hai penikmat RUANG...

Ada apa dengan RUANG itu ?
Kenapa auranya begitu misterius ?
Kenapa tak ada warna baru ?
Selalu hitam, terkadang Abu-abu
Terkadang muncul siluet ungu...

Mengapa tak ada warna hijau ?
Lupakah mereka dengan Hijau itu ?
Tidakkah ingin dibalut siluet Jingga?
Yang lebih mempesona dengan kemilaunya ?
Sentuhan para penikmat telah membuat gamang para penghuni RUANG...


Ada apa dengan RUANG itu?

Wajahnya yang muram namun penuh makna Menyirat kegetiran,
K-e-p-e-n-a-t-a-n
Cemburu dengan heningnya aroma hijau,
dan indahnya kemilau jingga...


Kapan RUANG itu mau merubah auranya?

Sudah!
Kubur saja CHAOS itu (lagi-lagi) dari hadapanmu...
Buang jauh hingga musnahkan EFEK KUPU-KUPU itu dari pandanganmu...

Agar auramu tidak menjadi misteri lagi
Agar pesonamu memberi kesejukan bagi para penghuni


~PS

Urbano Urbania






“Jangan anggap cinta datang dari persahabatan yang lama
dan hubungan yang akrab,
Cinta adalah anak keturunan jiwa


Dan jika kecocokan itu tidak ada
Cinta tidak akan pernah tumbuh,
Dalam hitungan tahun bahkan generasi “
(Kahlil Gibran)


Penggalan puisi di atas sama sekali tidak merepresentasikan kisah pertemuan kami, karena hati kami bertaut justru ketika kami merajut persahabatan bahkan persaudaraan sudah sejak lama, kami melakoninya sejak masih di masa putih biru dan putih abu-abu. Tepatnya delapan tahun saling mengenal sebelum akhirnya kami melakukan penjajakan untuk sebuah komitmen besar.

Adalah pelajaran bermimpi tentang mensinergikan titik-titik penting dalam perencanaan kota-lah yang akhirnya menyatukan kami. Karakter kami jauh berbeda bagai ruang udara versus ruang darat, bagai sifat langit dan sifat bumi. Meski punya satu kesamaan sebagai jiwa pemberontak. Begitulah adanya, perbedaan itu ternyata justru menyatukan kami sebagai satu kesatuan ruang. Satu kesatuan jiwa, satu tujuan penuh pengabdian, sebagai insan yang tercipta untuk saling mencinta dan mengasihi dengan penuh ketulusan, melengkapi dan memberi arti yang mengalir hingga ke taman surga, semoga saja…

Dan akhirnya kami bersama, karena dia adalah kepingan hati yang sudah lama hilang, begitu pula, aku adalah kepingan dirinya yang raib sejak puluhan tahun silam, tepatnya ketika Tuhan menghembuskan ruh ke dalam rahim para ibunda. Selang ketika kami bertumbuh kami telah menjelajah lorong-lorong kehidupan percintaan yang kemudian telah mengajari kami berproses, berkonfrontir, lalu berdaur ulang dan pada akhirnya berlapang dada, berlegowo, lalu berusaha untuk terus bersyukur dalam mengarungi perahu kehidupan.

Ruang ini bukanlah ruang romantisme yang mengumbar kemesraan sebagai sepasang anak keturunan adam-hawa. Di sini kami hanya ingin berbagi tentang goresan-goresan pemikiran dari apa yang kami lihat, dengar, raba, lakukan, sebagai bagian dari ruang yang selalu ingin hidup nyaman, aman, interaktif, produktif dan dapat berdaya guna memberikan nilai tambah bagi keseluruhan isi ruang dan kemaslahatannya.


Urbano-Urbania, Ramadhan 1430 H

*) gambar diambil dari www.myspace.com/mygreentv

Kamis, 10 September 2009

Kota Berkelanjutan (The Sustainable City)

Catatan dari Sydney, Australia
Winter 2007


Sydney, kota Metropolitan terbesar yang terletak di Negara Bagian New South Wales, Australia ini merupakan kota dengan ritme kerja yang relatif tinggi namun tetap nyaman sebagai pilihan tinggal. Tidak seperti Ibukota Jakarta, Kota Metropolitan yang cenderung semrawut dan banyak terdapat penyalahgunaan tata ruang kota, Sydney begitu teratur dan telah menerapkan fungsi guna lahan dengan baik, kondisi ini juga memiliki kesamaan dengan kota-kota di Asia seperti Singapura dan Kuala Lumpur, yang menjadikan Ruang Terbuka Hijau sebagai sarana bagi masyarakat untuk berinteraksi sekaligus menjadi daerah penyangga bagi penyerapan polusi udara kota.



Randwick Council, salah satu daerah suburban di Kota Sydney bagian Timur merupakan kawasan yang didominasi oleh fungsi permukiman, pertokoan (shopping centre), perdagangan, fasilitas kesehatan, pendidikan dan agama. Universitas swasta ternama di Sydney - University of New South Wales (UNSW) juga terletak di suburban ini tepatnya di daerah Kensington. Randwick memiliki beberapa ruang terbuka hijau seperti High Cross Park, Allison Park, dan yang terbesar adalah Cetennial Park.

Kawasan ‘City’ daerah CBD (Central Business District), yang merupakan pusat bisnis dan perkantoran di kota Sydney. Di daerah City juga terdapat Ruang terbuka Hijau yang luas bernama Hyde Park, di taman ini juga terdapat sebuah Museum yang bernama Hyde Park Museum. Di City ini pula terdapat beberapa point of interest yang menarik untuk dikunjungi seperti Museum Art, Darling Harbour, Chinatown, Circular Quay dan masih banyak lagi point of interest lain yang sayang bila tidak dikunjungi. Bersebelahan dengan kawasan City dan Circular Quay terdapat kawasan revitalisasi bangunan warisan bersejarah (Heritage Building) yang bernama ‘The Rock’. Kawasan ini merupakan area favorit bagi penulis karena penulis sangat mengagumi konservasi dari bangunan-bangunan bersejarah seperti juga yang dimiliki di Indonesia antara lain daerah Kota di Jakarta, kawasan Braga di Bandung dan daerah Kota Lama di Semarang. Kawasan The Rock memiliki bangunan bersejarah yang dimanfaatkan dengan baik menjadi objek wisata bagi turis yang berasal dari Mancanegara. Di kawasan ini juga terdapat Weekend Market yang bernama The Rock Square yang terletak dekat dengan Harbour Bridge, Sydney. Kawasan The Rock juga merupakan pusat entertainment local dimana terdapat live music cafĂ©, bar dan restoran yang menyediakan berbagai jenis makanan ala barat.

Dari pengalaman penulis selama beberapa hari berada di Kota Sydney, banyak hal yang bisa kita adopsi dari penataan dan peruntukkan fasilitas publik di kota ini, diantaranya: fasilitas pedestrian yang begitu nyaman; fasilitas bagi pengguna jasa transportasi publik yang terkoordinir dengan baik, untuk pengguna jasa transportasi di kota Sydney dapat mengakses situs http://www.bus123.com.au/ untuk mengetahui informasi seputar rute/jalur transportasi dalam kota Sydney; fasilitas ruang terbuka hijau sebagai ruang penyangga dalam kota Sydney, fasilitas internet 24 jam yang dapat diakses secara gratis di beberapa ruang publik seperti di mal, perkantoran, stasiun dan airport.

Untuk dapat menjadi kota yang tertata dengan baik dan memiliki fasilitas yang memberi kenyamanan kepada public pasti akan membutuhkan waktu yang lama. Namun demikian, proses menuju kota yang mengedepankan kepentingan publik haruslah dapat dimulai dari sekarang oleh aparat pemerintah daerah di Indonesia khususnya di kota-kota Besar di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Bali.

(cont'd)

~ PS